Ironi Valentine Day
-VALENTINE Day, istilah yang begitu akrab di kuping remaja masa kini (terutama non muslim). Hari yang dinantikan untuk mengekspresikan libido kasih sayang terhadap pasangannya. Itulah yang diabadikan setiap tanggal 14 Februari. Ironinya, ketika negara kita yang berpenduduk ± 220 juta jiwa, mayoritasnya menganut agama Islam, merayakan hari “kasih saying” itu, maka menjadi suatu tanda tanya (?) besar.
Lihatlah di toko-toko swalayan menyediakan; bunga- bunga berwarna merah, kartu-kartu ucapan selamat yang umumnya berlogo cheo pad (dewa cinta dalam keyakinan romawi kuno), hotel-hotel dan restoran mewah menyediakan paket valentine, siaran radio dan televisi disusun sedemikian rupa untuk memeriahkan hari valentine yang jatuh pada tanggal 14 februari.
Padahal jika ditelusuri akar historis valentine day ini, jelas sebagai hari yang diabadikan sebagai simbol keagungan dan kesucian cinta ini sangatlah paradoks dalam pemaknaan cinta yang sesungguhnya dalam ajaran Islam. Ironi, betapa bangsa yang notabene Muslim ikut merayakannya. Mulai dari ungkapan cinta kepada orang yang bukan muhrim dalam bentuk kata-kata maupun dilanjutkan dengan perbuatan mesum (zina). Padahal Allah swt (Q.S, Al-Isra’, 36) menegaskan “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabnya.”
Valentine, sejarah tentang seorang dianggap Santo (orang yang dianggap suci untuk agama katolik) yang menggantikan seorang dewa yang bernama Lupercus sebagai dewa kesuburan, padang rumput, dan hewan ternak serta penyayang. Penyembahan dewa Lupercus sudah menjadi tradisi upacara keagamaan romawi pada masa itu. Dalam upacara itu diadakan penarikan undian untuk memilih pasangan yang sudah tertulis pada secarik kertas yang ditaruh dalam satu kotak. Setelah penarikan undian, maka mereka bebas untuk melakukan hubungan seksual dalam waktu yang telah disepakati. Jika mereka sudah bosan dan puas nafsu syahwatnya maka akan dilakukan penarikan undian kembali untuk memilih pasangan baru lagi. Beginilah tradisi jahiliyah ini berlangsung selama berabad-abad.
Setelah dewa Lupercus mati, maka Santo Valentinolah yang menggantikannya sebagai dewa kasih sayang. Suatu ketika kekaisaran romawi memerlukan sejumlah besar tentara yang dipersiapkan untuk berperang. Kaisar memerintahkan untuk tidak melakukan perkawinan karena menurutnya, akan membuat tentaranya menjadi lemah. Namun Santo Valentino secara diam-diam merestui perkawinan sebuah pasangan muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Hal ini diketahui oleh kaisar maka santo valentino dihukum mati dengan memancung kepalanya di Roma pada tahun 270 Masehi dan mayatnya dikubur di tepi jalan Flamenia.
Baru pada masa kaisar Constantin (280-337) upacara tersebut kembali dimoditifikasi dengan menambah pesan-pesan cinta dari para gadis yang diletakkan dalam jambangan kemudian diambil oleh para pemudanya. Lalu mereka berpasangan, saling berdansa yang diakhiri dengan tidur bersama alias zina. Paus Galasium I, seorang pimpinan dewan gereja pada tahun 494 masehi mengubah upacara tersebut dengan bentuk rutinitas seremoni porofikasi (pembersihan dosa) dan dia juga mengubah upacara Lupercalia yang biasanya diadakan pada tanggal 15 Februari menjadi tanggal 14 Februari yang secara resmi ditetapkan pada tahun 496 masehi sebagai valentine day
Tradisi kirim kartu
Mengirim kartu Valentine sebenarnya tak ada kaitan langsung dengan Santo Valentino. Pada tahun 1415 M, ketika Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St. Valentino tanggal 14 Februari, ia mengirim puisi kepada isterinya di Perancis. Oleh Geoffrey Chaucer, penyair Inggris, peristiwa itu dikaitkannya dengan musim kawin burung-burung dalam puisinya.
Lantas, bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” yang sampai sekarang masih saja terdapat di banyak kartu ucapan atau dinyatakan langsung oleh pasangannya masing-masing? Ken Sweiger mengatakan kata “Valentine”berasal dari bahasa Latin yang mempunyai persamaan dengan arti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat, dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini sebenarnya pada zaman Romawi Kuno ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi.
Disadari atau tidak, kata Sweiger, jika seseorang meminta orang lain atau pasangannya menjadi “To be my Valentine?”, maka dengan hal itu sesungguhnya kita telah terang-terangan melakukan suatu perbuatan yang dimurkai Tuhan, istilah Sweiger, karena meminta seseorang menjadi “Sang Maha Kuasa” dan hal itu sama saja dengan upaya menghidupkan kembali budaya pemujaan kepada berhala. Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi atau lelaki rupawan setengah telanjang yang bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter”dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia begitu rupawan sehingga diburu banyak perempuan bahkan dikisahkan bahwa ibu kandungnya sendiripun tertarik sehingga melakukan incest dengan anak kandungnya itu!
Pandangan Islam
Dalam persektif Islam, pertama, dari sejarahnya, bahwa valentine itu bukan budaya yang berasal dari para Nabi dan Rasul melainkan ajaran dewa Lupercalia yang kemudian diteruskan oleh Santo Valentino seorang rahib dalam tradisi agama Katolik Dalam hadis Rasulullah saw menegaskan, “Barang siapa meniru suatu kaum maka dia bagian kaum tersebut” (HR Bukhari dan Muslim);
Kedua, sistem tata nilai yang terkandung dalam valentine day jelas sangat bertentangan. Islam melarang untuk membangun sebuah pola pergaulan antara pria dan wanita secara bebas. Firman Allah swt, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
Tidak masuk akal sehat, ketika valentine day diabadikan sebagai simbolisasi keagungan sebuah cinta namun dalam realitanya mereka justru menodai makna kesucian cinta dengan pergaulan bebas, tanpa adanya ikatan yang sah. Pemuda dan pemudi sekarang larut dalam hura-hura, pergi ke tempat-tempat hiburan, saling bermesraan bahkan secara terang-terangan seakan-akan mereka tidak peduli lagi dengan tuntunan agama.
Merayakan valentine adalah haram. Syaikh Al-Utsaimin menegaskan, pertama, valentine merupakan hari raya bid’ah. Kedua, akan menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan. Dampak buruknya akan menyerupai mereka dengan ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Kecuali itu, dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap rakaat salatnya membaca, “Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah : 6-7).
Bagi setiap Muslim wajib melaksanakan wala’ dan bara’ (loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan selain Islam) yang merupakan dasar akidah. Allah swt berfirman (Q.S. Al-Maidah : 51), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
Kasih sayang dalam Islam terhadap sesama tidaklah terbatas dengan waktu dan dimanapun berada, baik untuk keluarga, kerabat, dan sahabat sesuai aturan agama Islam itu sendiri. Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah beriman seseorang diantara kamu, hingga kamu mencintai saudaramu seperti kamu mencintai dirimu sendiri.” (HR. Bukhari). Dan Islam melarang keras untuk saling membenci, dan sangat menjunjung tinggi akan arti kasih sayang. Rasulullah saw bersabda: “Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam hal kecintaan, kasih-sayang dan belas kasihan sesama mereka, laksana satu tubuh. Apabila sakit satu anggota dari tubuh tersebut maka akan menjalarlah kesakitan itu pada semua anggota tubuh” (HR. Muslim). Valentine day tidak dapat menandingi konsep kasih sayang dan pemaknaan cinta dalam Islam, karena Islam menempatkan rasa kasih sayang dan cinta tidak hanya berdimensi kemanusiaan yang bersifat temporal
* Penulis adalah Guru di SMK Negeri 1 Kota Jantho
Lihatlah di toko-toko swalayan menyediakan; bunga- bunga berwarna merah, kartu-kartu ucapan selamat yang umumnya berlogo cheo pad (dewa cinta dalam keyakinan romawi kuno), hotel-hotel dan restoran mewah menyediakan paket valentine, siaran radio dan televisi disusun sedemikian rupa untuk memeriahkan hari valentine yang jatuh pada tanggal 14 februari.
Padahal jika ditelusuri akar historis valentine day ini, jelas sebagai hari yang diabadikan sebagai simbol keagungan dan kesucian cinta ini sangatlah paradoks dalam pemaknaan cinta yang sesungguhnya dalam ajaran Islam. Ironi, betapa bangsa yang notabene Muslim ikut merayakannya. Mulai dari ungkapan cinta kepada orang yang bukan muhrim dalam bentuk kata-kata maupun dilanjutkan dengan perbuatan mesum (zina). Padahal Allah swt (Q.S, Al-Isra’, 36) menegaskan “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabnya.”
Valentine, sejarah tentang seorang dianggap Santo (orang yang dianggap suci untuk agama katolik) yang menggantikan seorang dewa yang bernama Lupercus sebagai dewa kesuburan, padang rumput, dan hewan ternak serta penyayang. Penyembahan dewa Lupercus sudah menjadi tradisi upacara keagamaan romawi pada masa itu. Dalam upacara itu diadakan penarikan undian untuk memilih pasangan yang sudah tertulis pada secarik kertas yang ditaruh dalam satu kotak. Setelah penarikan undian, maka mereka bebas untuk melakukan hubungan seksual dalam waktu yang telah disepakati. Jika mereka sudah bosan dan puas nafsu syahwatnya maka akan dilakukan penarikan undian kembali untuk memilih pasangan baru lagi. Beginilah tradisi jahiliyah ini berlangsung selama berabad-abad.
Setelah dewa Lupercus mati, maka Santo Valentinolah yang menggantikannya sebagai dewa kasih sayang. Suatu ketika kekaisaran romawi memerlukan sejumlah besar tentara yang dipersiapkan untuk berperang. Kaisar memerintahkan untuk tidak melakukan perkawinan karena menurutnya, akan membuat tentaranya menjadi lemah. Namun Santo Valentino secara diam-diam merestui perkawinan sebuah pasangan muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Hal ini diketahui oleh kaisar maka santo valentino dihukum mati dengan memancung kepalanya di Roma pada tahun 270 Masehi dan mayatnya dikubur di tepi jalan Flamenia.
Baru pada masa kaisar Constantin (280-337) upacara tersebut kembali dimoditifikasi dengan menambah pesan-pesan cinta dari para gadis yang diletakkan dalam jambangan kemudian diambil oleh para pemudanya. Lalu mereka berpasangan, saling berdansa yang diakhiri dengan tidur bersama alias zina. Paus Galasium I, seorang pimpinan dewan gereja pada tahun 494 masehi mengubah upacara tersebut dengan bentuk rutinitas seremoni porofikasi (pembersihan dosa) dan dia juga mengubah upacara Lupercalia yang biasanya diadakan pada tanggal 15 Februari menjadi tanggal 14 Februari yang secara resmi ditetapkan pada tahun 496 masehi sebagai valentine day
Tradisi kirim kartu
Mengirim kartu Valentine sebenarnya tak ada kaitan langsung dengan Santo Valentino. Pada tahun 1415 M, ketika Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St. Valentino tanggal 14 Februari, ia mengirim puisi kepada isterinya di Perancis. Oleh Geoffrey Chaucer, penyair Inggris, peristiwa itu dikaitkannya dengan musim kawin burung-burung dalam puisinya.
Lantas, bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” yang sampai sekarang masih saja terdapat di banyak kartu ucapan atau dinyatakan langsung oleh pasangannya masing-masing? Ken Sweiger mengatakan kata “Valentine”berasal dari bahasa Latin yang mempunyai persamaan dengan arti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat, dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini sebenarnya pada zaman Romawi Kuno ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi.
Disadari atau tidak, kata Sweiger, jika seseorang meminta orang lain atau pasangannya menjadi “To be my Valentine?”, maka dengan hal itu sesungguhnya kita telah terang-terangan melakukan suatu perbuatan yang dimurkai Tuhan, istilah Sweiger, karena meminta seseorang menjadi “Sang Maha Kuasa” dan hal itu sama saja dengan upaya menghidupkan kembali budaya pemujaan kepada berhala. Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi atau lelaki rupawan setengah telanjang yang bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter”dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia begitu rupawan sehingga diburu banyak perempuan bahkan dikisahkan bahwa ibu kandungnya sendiripun tertarik sehingga melakukan incest dengan anak kandungnya itu!
Pandangan Islam
Dalam persektif Islam, pertama, dari sejarahnya, bahwa valentine itu bukan budaya yang berasal dari para Nabi dan Rasul melainkan ajaran dewa Lupercalia yang kemudian diteruskan oleh Santo Valentino seorang rahib dalam tradisi agama Katolik Dalam hadis Rasulullah saw menegaskan, “Barang siapa meniru suatu kaum maka dia bagian kaum tersebut” (HR Bukhari dan Muslim);
Kedua, sistem tata nilai yang terkandung dalam valentine day jelas sangat bertentangan. Islam melarang untuk membangun sebuah pola pergaulan antara pria dan wanita secara bebas. Firman Allah swt, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
Tidak masuk akal sehat, ketika valentine day diabadikan sebagai simbolisasi keagungan sebuah cinta namun dalam realitanya mereka justru menodai makna kesucian cinta dengan pergaulan bebas, tanpa adanya ikatan yang sah. Pemuda dan pemudi sekarang larut dalam hura-hura, pergi ke tempat-tempat hiburan, saling bermesraan bahkan secara terang-terangan seakan-akan mereka tidak peduli lagi dengan tuntunan agama.
Merayakan valentine adalah haram. Syaikh Al-Utsaimin menegaskan, pertama, valentine merupakan hari raya bid’ah. Kedua, akan menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan. Dampak buruknya akan menyerupai mereka dengan ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Kecuali itu, dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap rakaat salatnya membaca, “Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah : 6-7).
Bagi setiap Muslim wajib melaksanakan wala’ dan bara’ (loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan selain Islam) yang merupakan dasar akidah. Allah swt berfirman (Q.S. Al-Maidah : 51), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
Kasih sayang dalam Islam terhadap sesama tidaklah terbatas dengan waktu dan dimanapun berada, baik untuk keluarga, kerabat, dan sahabat sesuai aturan agama Islam itu sendiri. Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah beriman seseorang diantara kamu, hingga kamu mencintai saudaramu seperti kamu mencintai dirimu sendiri.” (HR. Bukhari). Dan Islam melarang keras untuk saling membenci, dan sangat menjunjung tinggi akan arti kasih sayang. Rasulullah saw bersabda: “Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam hal kecintaan, kasih-sayang dan belas kasihan sesama mereka, laksana satu tubuh. Apabila sakit satu anggota dari tubuh tersebut maka akan menjalarlah kesakitan itu pada semua anggota tubuh” (HR. Muslim). Valentine day tidak dapat menandingi konsep kasih sayang dan pemaknaan cinta dalam Islam, karena Islam menempatkan rasa kasih sayang dan cinta tidak hanya berdimensi kemanusiaan yang bersifat temporal
* Penulis adalah Guru di SMK Negeri 1 Kota Jantho
No comments:
Post a Comment