Tuesday, March 1, 2016

MODERNISASI BUDIDAYA PADI DENGAN HIDROPONIK

Petani adalah pejuang yg menjadi ujung tombak swasembada pangan khususnya untuk komoditas padi. Sebagai pejuang ketahanan pangan negara, petani patut disejajarkan dengan para prajurit TNI. Prajurit yang siap bertempur memproduksi padi untuk program swasembada. Coba bayangkan kalau tidak ada petani kita mau makan apa? Mau import dari luar negeri bisa jadi suatu saat harganya tinggi dan negara tidak sanggup membeli, mungkin kita akan mati kelaparan. Negara pun barangkali akan hancur berantakan, bahkan tentara tidak bisa berperang jika tidak makan.
Ketahanan pangan tidak kalah penting dengan ketahanan negara makanya sekarang para tentara ikut membantu di sektor pertanian menjadi pendamping petani bahu membahu bersama penyuluh pertanian. Pemerintah telah banyak berbuat untuk terus mencari solusi agar usaha pertanian di Indonesia terus bergerak maju. Walau usaha sudah maksimal dilakukan namun produksi padi kadangkala menurun dan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pemerintah terpaksa harus mengimpor juga beras dari negara lain.
Banyak hal yang menyebabkan produksi padi naik turun, diantaranya serangan hama penyakit, perubahan iklim, sistem irigasi yang belum memadai, teknologi yang masih langka,  dan mahalnya biaya produksi.
Serangan hama penyakit dapat diatasi dengan meningkatkan kinerja para penyuluh yang menjadi pendamping petani di lapangan. Sistem irigasi juga harus segera dibenahi dengan membangun waduk-waduk baru, dan berbagai teknologi alat mesin pertanian juga perlu ditingkatkan dengan distribusi yang merata ke setiap kelompok tani sehingga diharapkan dapat menekan biaya produksi.
Kata kunci permasalahan dalam produksi padi sebenarnya ada pada biaya. Jika biaya produksi meningkat dan tidak disertai dengan peningkatan hasil maka otomatis keuntungan akan semakin kecil, efeknya  petani tidak bergairah dalam bercocok tanam. Jika harga padi naik maka sebaliknya yang menjadi khawatir adalah konsumen, konsumen dengan daya beli yang rendah karena masih berada di bawah garis kemiskinan yang senantiasa harus membeli beras untuk kebutuhan pokok keluarga mereka.
Ibarat buah simalakama, harga beras naik petani untung sementara konsumen mengeluh sebaliknya harga beras turun konsumen aman sementara petani terkapar. Salah satu cara yang dapat ditempuh pemerintah adalah dengan menekan biaya produksi sekecil mungkin sehingga walau harga padi tidak naik petani masih dapat menikmati hasil jerih payahnya dan konsumen tidak gelisah.
Selama ini yang telah dilakukan pemerintah untuk menekan biaya produksi adalah dengan membagikan pupuk kepada petani dan subsidi pupuk terutama pupuk urea dan NPK. Harus diakui bahwa petani sangat terbantu.ibarat kita sedang menempuh perjalanan di padang pasir yang luas dan kehausan tiba-tiba datang seseorang memberikan segelas air putih sungguh kita sangat bersyukur walau sebenarnya air segelas itu tidak sepenuhnya bisa menghilangkan dahaga.
Dalam kondisi seperti inilah sistem ijon berjaya di beberapa daerah, dimana padi dijual sebelum tanaman panen dengan harga sangat rendah yang sudah jelas merugikan petani. Selain ijon juga bermunculan para tengkulak memanfaatkan situasi dengan membiayai ongkos produksi, sebagai imbalannya petani harus menjual padi kepada tengkulak dengan harga yang ditentukan sepihak yang jelas tidak menguntungkan petani bahkan tidak jarang ada petani yang harus “nombok” karena terlilit hutang akibat dari gagal panen. bahkan pernah terjadi, petani sampai bunuh diri karena tidak saggup membayar hutang kepada tengkulak.
Permasalahan lainnya adalah kontribusi dari teknologi alat mesin pertanian. Teknologi bajak sawah, teknologi potong padi serta teknologi perontok bahkan sekarang teknologi potong padi digabung dengan perontok padi dan entah apalagi teknologi yang akan muncul kedepan tidak secara signifikan menekan biaya produksi melainkan hanya mempercepat proses produksi dan mengambil alih fungsi tenaga kerja manusia. Di beberapa daerah teknologi sulit diterapkan karena ditolak oleh masyarakat terutama masyarakat yang mengambil peran sebagai tenaga kerja dalam usahatani padi.
Teknologi ala mesin pertaniantan barangkali tepat diterapkan kepada petani kaya yang memiliki lahan yang luas sehingga untuk menekan biaya tenaga kerja diperlukan tenaga mesin berteknologi. Di indonesia petani rata-rata tidak memiliki lahan, mereka adalah buruh tani, petani gurem yang memiliki lahan sedikit atau harus membayar sewa kepada pemilik lahan walaupun gagal panen. Penerapan teknologi alat mesin pertanian dalam proses produksi tidak memberikan kontribusi terhadap keuntungan usahatani mereka, sebaliknya justru akan meningkatkan biaya produksi dimana fungsi mesin seharusnya masih dapat dilakukan dengan tenaga petani itu sendiri.
Fenomena mekanisasi ini ironis, petani sudah manja menggunakan mesin untuk mempercepat proses produksi kemudian setelah proses produksi selesai petani duduk santai di warung kopi  tidak bekerja menunggu masa tanam berikutnya.
Modernisasi Budidaya Padi
Modernisasi adalah proses perubahan dari cara cara tradisional ke cara cara baru yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. Jika teknologi yang ada sekarang berupa mesin pertanian tidak membawa peningkatan terhadap kwalitas hidup petani maka teknologi tersebut belum bisa disebut modern. Berarti sebaliknya apabila teknologi yang digunakan sederhana saja namun memberikan kontribusi besar bagi keuntungan petani dalam usahatani merekalah yang lebih tepat disebut sebagai modern. Petani modern adalah petani yang selalu berupaya dengan tenaga dan fikirannya serta berbagai inovasi yang ada untuk mencapai produksi pertanian tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya namun mampu menjadi lahan pertaniannya sebagai lahan bisnis mereka yang lebih maju.

Sebagaimana yang telah dibahas diatas, keuntungan yang besar sangat terkait dengan biaya produksi yang sekecil-kecilnya atau biaya produksi yang besar akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar lagi. Teknologi yang memenuhi kriteria modern adalah teknologi yang mampu menekan biaya sekecil mungkin sehingga mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya walau berapapun harga jual dari produk pertanian tersebut.
Salah satu solusi cerdas yang paling dapat menekan biaya produksi budidaya padi adalah sistem budidaya secara hidroponik. Mungkin kedengaran aneh karena kita masih jarang melihat orang Indonesia menanam padi dengan media hidroponik namun tidak dengan beberapa negara lain seperti Inggris sudah melaksanakan teknik hidroponik sejak lama bahkan sudah booming disana sejak tahun 1973, memproduksi selada secara besar-besaran untuk dieksport ke negara-negara di Eropa. Bahkan Jepang sudah sangat canggih, menanam sistem hidroponik dengan rak bersusun dalam green house, bahkan padi ditanam di dalam ruangan menggunakan bantuan cahaya dari lampu growlight.
Teknik budidaya tanaman dengan sistim hidroponik tidak menggunakan media tanah, hanya menggunakan air yang telah diberi nutrisi dan diukur konsentrasinya dengan alat digital sederhana seharga tidak lebih dari 200 ribuan rupiah. Untuk budidaya padi membutuhkan air dengan nutrisi 1500 -2000 ppm(satu tetes nutrisi per sejuta tetes air) atau 3 – 3,5 EC.
Wadahnya bisa dibuat dari bahan plastik seperti pipa PVC minimal 3 inci atau untuk lebih hemat gunakan botol air mineral bekas ukuran 1,5 liter yang disambung dan diletakkan lanskap/rebah pada rak yang sedikit miring agar air mengalir dan tidak tumpah. Berikan lubang sebesar mulut netpot yang terbuat dari gelas air mineral bekas yang telah diberi lubang lubang kecil di bagian bawah untuk keluar akar padi. Pipa PVC atau rangkaian botol air mineral bekas yang disusun secara kontinu membentuk usus berawal dari tandon penyimpanan nutrisi dan kembali lagi ke tandon. Fungsi pipa PVC atau botol air mineral bekas adalah sebagai tempat mengalirnya air nutrisi dimana tanaman padi tumbuh. Tanaman padi ditanam didalam netpot yang telah diberi lubang dibawahnya dan menggunakan media arang sekam yang dapat diperoleh di kilang padi terdekat. Air nutrisi dipompa dengan menggunakan pompa aquarium sebesar 40 watt saja dan menggunakan timer seharga 200 ribuan rupiah saja sehingga air hanya mengalir 15 menit setiap 2 jam pada siang hari atau total hanya 2 jam sehari mengosumsi listrik sebesar 40 watt.
Keuntungan budidaya padi dengan sistem hidroponik adalah menghapus biaya sebagai berikut, pertama, Biaya pengolahan tanah, karena tidak menggunakan media tanah. Kedua, Biaya penanaman, benih sudah langsung disemai ke netpot. Ketiga, Biaya pemupukan, hanya menggunakan nutrisi dengan dosis sangat rendah dalam ukuran ppm. Keempat, Biaya penyiangan, tidak diperlukan karena tidak tumbuh gulma. Kelima, Biaya pemotongan, pengangkutan dan mesin perontok, karena tinggal ambil saja netpotnya sekalian dan dirontokkan seperlunya dan bisa diteruskan lagi esok hari tanpa harus menggunakan mesin perontok hanya dihempas pada sebuah batu dalam tikar.
Keenam, dengan sistim hidroponik, padi bisa ditanam 4 – 5 kali setahun nonstop karena masa pembibitan terpisah dengan masa pembesaran. Jika umur padi 120 hari maka masa padi hidup di pipa cuma 75-90 hari saja. Hari ini panen maka pada hari ini juga bibit padi yang sudah siap bisa langsung mengisi pipa yang sudah kosong.
Ketujuh, masyarakat yang berprofesi non petani seperti pegawai, pedagang, dokter, polisi tentara, nelayan dan kelompok profesi lainnya, dapat menanam padi karena dengan sistim hidroponik tidak menyita waktu yang banyak, penyemaian dan penanaman dapat dilakukan di malam hari secara bertahap, pemupukan, dan lain lain serta pengairan dengan menggunakan pengatur waktu digital.
Selain itu budidaya secara hidroponik tidak terpengaruh dengan iklim, tidak kenal musim kemarau karena sangat hemat air. Aman dari hama keong dan hama tikus.
Kekurangan sistim hidroponik pada tanaman padi adalah biaya awal perakitan pipa PVC yang relatif besar sehingga petani kecil tidak mampu melaksanakannya kecuali petani memakai alternatif menggunakan wadah dari botol air mineral bekas dan jika petani menanam 1 Ha dengan jumlah tanaman 200.000 rumpun maka sulit menyediakan botol air mineral sebanyak 200.000 botol.
Namun demikian, solusi mesti ada, seperti kata bijak, jika ada kemauan pasti ada jalan. Sistim hidroponik ini tidak dianjurkan dilaksanakan di  lahan sawah namun dilahan tidur yang tidak produktif, diatas kolam budidaya ikan, atap rumah dan toko, dll. Dengan sistim budidaya padi secara hidroponik ini, masyarakat yang memiliki modal besar dapat ambil bagian ikut seerta memproduksi padi untuk menyukseskan program swasembada. Bahkan Masyarakat yang tidak punya modal tapi ingin ambil bagian memproduksi padi secara hidroponik sangat dimungkinkan dengan peran pemerintah yang masuk disini untuk membantu modal baik itu dalam bentuk pinjaman atau dalam bentuk hibah. 
Modal awal memang besar namun itu hanya sekali saja selanjutnya bisa anda bayangkan 4 kali panen nyaris tanpa biaya lagi kecuali nutrisi hidroponik yang bisa dengan mudah didapat di setiap Kabupaten di Aceh dengan biaya yang sama jika menggunakan pupuk anorganik seperti pada budidaya padi di lahan sawah.

Jika semua orang dan tidak hanya petani sudah dimungkinkan untuk menanam padi melalui teknologi budidaya padi secara hidroponik, insyaAllah swasembada beras akan mudah dicapai bahkan bisa surplus dan bisa di eksport ke luar negeri. Semoga terlaksana.

No comments:

Post a Comment