Monday, November 14, 2011

Pilih SMA atau SMK?


Pilih SMA atau SMK?
Oleh : Chumaidi, SP

Bulan Juni adalah bulan dimana permulaan tahun ajaran baru dalam kalender pendidikan. Pada bulan ini para orang tua sibuk mendaftarkan anak-anaknya ke berbagai jenjang pendidikan mulai dari tingkat SD, SLTP, dan  SLTA. Sejak beberapa bulan yang lalu para pengelola Satuan Pendidikan telah menyebarkan aneka bentuk promosi sekolahnya ke berbagai pelosok desa dan sudut kota dengan harapan para calon siswa dapat memilih sekolahnya untuk melanjutkan pendidikan mereka. Dari sekolah yang biasa-biasa saja sampai sekolah yang menerapkan metode pendidikan baru, sibuk menebar pesonanya, seperti beberapa sekolah yang menawarkan sistim pendidikan terpadu atau sekarang lebih sering disebut dengan sekolah boording school, dimana siswa diasramakan dengan sistem pendidikan yang terpadu antara kurikulum pendidikan yang diwajibkan pemerintah plus kurikulum tambahan yang biasanya mengedepankan bobot dibidang agama dan keterampilan dengan berbagai corak dan ragam yang berbeda pada setiap sekolah.
Pada Bulan Juni ini pula, para orang tua sangat peka terhadap informasi tentang sekolah apa saja yang muncul dalam berbagai bentuk informasi dan promosi. Baik itu dari selembar spanduk yang dipajang di jalan-jalan protokol, suara radio, termasuk “radio meu-igoe”, maupun menghadiri undangan open house yang diadakan oleh beberapa sekolah. Tujuan mereka hanya satu, menginginkan anak-anaknya dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Namun jika kita coba bertanya kepada orang tua dan siswa sendiri, tentang alasan mereka memilih sekolah yang akan mereka jalani, kebanyakan dari mereka tidak mempunyai tujuan yang jelas, bahkan ada beberapa siswa yang kami wawancarai mereka tidak tahu mengapa harus sekolah pada sekolah yang sedang mereka lamar.  Pokoknya sekolah, biar jadi anak sekolahan, begitu ketus mereka.
Hal inilah yang membuat beberapa oknum dari segelintir sekolah yang memanfaatkan keadaan untuk menarik minat para orang tua dan siswa dengan cara-cara yang tidak terpuji. Seperti mencabut spanduk sekolah lain dan menggantikan dengan spanduk sekolahnya, atau membayar lebih mahal agar spanduk sekolah lain di geser ke tempat yang kurang menguntungkan. Bahkan dari pengamatan kami ada beberapa tempat yang diklaim milik sekolah tertentu sehingga tidak boleh spanduk sekolah lain berada di situ. Persaingan tak sehat ini kerap terjadi dibulan Juni ini, dan ketegangan mulai mereda setelah bulan Juni berlalu. Memang lucu dan menggelikan.
Jumlah siswa yang banyak seakan telah menjadi tolok ukur keberhasilan, kemajuan, kehebatan sebuah sekolah, selain tingkat kelulusan UN yang tinggi, setidaknya dimata masyarakat awam. Tidak jarang para orang tua dan siswa yang merasa bangga karena dapat bersekolah di tempat yang dianggap sebagai sekolah favorit. Sebaliknya ada yang lemas, lesu tanpa gairah jika hanya dapat jatah bersekolah di tempat yang kurang favorit.
Masyarakat kita yang cenderung berfikir praktis dan asal jadi dalam hal menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi dan bergengsi tanpa mempertimbangkan peluang kerja, perlu diberikan informasi yang benar, efektif dan berkesinambungan, baik oleh pihak pemerintah maupun media massa tentang kebutuhan pendidikan yang tepat buat anak-anak sesuai bakat dan kemampuan serta peluang kerja. Supaya tidak terus tercipta calon-calon pengangguran berpendidikan, yang semakin lama semakin banyak bagaikan bom waktu yang siap meledak.
Sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) merupakan jenjang pendidikan yang sangat penting. Oleh karena itu pemerintah menaruh perhatian sangat serius terhadap jenjang pendidikan ini. Kelulusan peserta Ujian Nasional (UN) SMA/MA Tahun Ajaran 2010/2011 mencapai 99,22 %. Dari 1.461.941 peserta UN SMA/MA, jumlah peserta yang lulus sebanyak 1.450.498. Lulusan SMA/MA yg diterima di perguruan tinggi setiap tahun di seluruh Indonesia maksimal 17 %. Sisanya sebagian kecil bekerja sebagai buruh kasar karena tidak punya keahlian atau ketrampilan, dan sebagian besarnya adalah pengangguran. Berarti setiap tahun ada jutaan pengangguran lulusan SMA/MA tercipta, sementara pemerintah kewalahan dalam mengatasi pengangguran yang telah ada.
Fakta inilah yang membuat pemerintah, dalam hal ini Depdiknas, sadar dan mengantisipasinya dengan berbagai kebijakan yang tertuang dalam renstra Program Penguatan Kebijakan Depdiknas dengan RPJM Bappenas, salah satunya adalah pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal di setiap kabupaten/kota. Khusus mengenai SMA dan SMK Depdiknas memiliki kebijakan untuk meningkatkan rasio SMK lebih besar dari pada SMA, yaitu 70% SMK dan 30% SMA pada akhir tahun 2015. Kebijakan ini merupakan salah satu bentuk kesadaran bahwa bangsa Indonesia masih banyak memerlukan tenaga kerja tingkat menengah dari pada tingkat tinggi.
Dibanding dengan sekolah SMA atau MA, lulusan SMK memiliki keunggulan dibidang keterampilan sesuai dengan bidang keahlian atau jurusan yang siap bekerja. Di SMK juga diterapkan sistem pendidikan ganda atau magang pada dunia usaha dan dunia indstri (DU/DI) yang membuat siswa SMK memiliki kompetensi yang siap dan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
Namun informasi ini, nampaknya kurang tersampaikan dengan baik kepada masyarakat, sehingga SMK yang telah ada di suatu wilayah sangat “miskin” siswa. Ditambah lagi dengan stigma-stigma yang buruk terhadap SMK yang melekat dalam benak masyarakat, baik yang sengaja dilekatkan atau memang benar adanya, sebagai sekolah anak-anak dari orang tua yang kurang mampu, sekolah anak buangan dari sekolah lain, sekolah anak IQ jongkok, dan lain sebagainya.
Padahal stigma itu tidak benar adanya, yang benar adalah di SMK dapat bersekolah anak-anak yang seperti itu. Dan tidak tertutup kemungkinan, anak-anak lulusan SMK dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi sesuai bidang keahlian. Kebanyakan mereka dapat menempuh kuliah sambil bekerja. Sungguh sesuatu prestasi yang membanggakan, jika dapat kuliah tanpa membebani orang tua. Lebih mandiri dan matang. 
Kita harapkan para orang tua di Bulan Juni tahun ini tidak salah pilih sekolah buat anak-anak mereka. Pilihlah sekolah kejuruan yang menjamin anak-anak anda siap bekerja dan mampu melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dengan keringatnya sendiri tanpa bantuan anda. Dan anda tidak perlu takut punya banyak anak karena khawatir tidak mampu memberi pendidikan yang layak buat mereka. Jika Sekolah kejuruan yang ada tidak mampu menampung anak-anak anda, tidak usah khawatir, sekolah kejuruan yang baru akan segera dibangun. Bukankah tahun 2015 rasio SMK : SMA, harus tercapai 2 : 1.  Penuhi anak-anak anda ke SMK, raih prestasi. SMK dari anda, oleh anda dan untuk anda. SMK? bisa.!



 



No comments:

Post a Comment